KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang telah
dilimpahkan kepada Kami sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Teori Finansial dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia” yang merupakan salah sau
tugas Teori Organisasi Umum dua pada semester empat.
Makalah ini membahas mengenai
bagaimana hubungan antara pendapatan nasional dengan pertumbuhan ekonomi,
perbandingan kondisi perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun dan
perbandingan dengan negara-negara lain, gambaran keadaan perbankan di
Indonesia, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menanggapi naiknnya BBM, dan
kebijakan pemerintah dalam bidang Moneter dan Fiskal.
Kami menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih belum sempurna, namun telah memberikan manfaat bagi Kami.
Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Kritik dan saran yang bersifat
membangun akan Kami terima dengan senang hati.
Bekasi, 5 Juni
2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari
teori-teori ekonomi yang ada di buku sudah sering kita lakukan, namun terkadang
kita berfikir bahwa implementasi ke dalam prakteknya dari teori-teori tersebut
sama atau mirip.
Sebagian besar orang dalam negri
berfikir bahwa Negara Kita termasuk negara yang kekurangan Sumber Daya
Teknologi, namun tidaklah demikian. Saat ini sebagian tempat-tempat
perbelanjaan atau hiburan tengah maraknya memperkenalkan sistem robot karcis
walaupun menurut Kami tidaklah pantas sistem robot tersebut diimplementasikan
pada Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak.
Bukan berarti jika kita tidak
menerapkan teknologi canggih maka Negara Kita disebut sebagai negara yang
tertinggal. Lihatlah China, penduduknya lebih banyak dan padat dari Negara
Kita, namun industri di sana lebih maju karena lebih mempekerjakan orang-orang
daripada menggunakan robot, juga dalam mencari keuntungan, mereka hanya
mendapat sedikit.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia
tidaklah selamanya defisit ataupun surplus, namun naik turun seiring dengan
keadaan ekonomi di Indonesia. Baik maupun buruk keadaan ekonomi di Indonesia
sangatlah berpengaruh dengan keadaan perbankan di Indonesia. Mengenai langkah-langkah
yang akan diambil Bank Indonesia, selaku bank sentral, dan pemerintah.
Lain halnya lagi dengan masalah BBM.
Beberapa bulan terakhir demonstrasi tentang BBM kian marak. Sebagian besar
orang bingung dengan keadaan ini walaupun Negara Kita adalah negara yang kayak
akan hasil bumi, termasuk minyak bumi sebagai bahan mentah utama penghasil BBM,
bukankah seharusnya kita mendapat lebih banyak subsidi daripada negara-negara
yang mengeksploitasi? Akan tetapi, pada kesempatan kali ini kami hanyalah
membahas tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menanggapi naiknya BBM.
Oleh karena itu, dalam makalah ini Kami
mengangkat masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah:
- Bagaimanakah
hubungan antara Pendapatan Nasional Pendekatan Konsumsi dengan Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia?
- Bagaimana
perbandingan kondisi Indonesia tahun 2008 sampai dengan estimasi tahun
2012?
- Bagaimanakah
perbandingan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara lain tahun 2011?
- Bagaimanakah
gambaran keadaan perbankan di Indonesia saat perekonomian buruk dan saat
perekonomian baik?
- Apa
kebijakan pemerintah dalam menanggapi kenaikan BBM di pasaran
internasional?
- Bagaimana
kebijakan pemerintah terbaru dalam bidang moneter dan fiskal?
C. Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah untuk:
- Mengetahui
hubungan antara teori pendapatan konsumsi dengan pertumbuhan ekonomi.
- Mengetahui
perbandingan kondisi perekonomian Indonesia tahun 2008 sampai dengan
estimasi tahun 2012.
- Mengetahui
perbandingan perekonomi Indonesia dengan negara lain tahun 2011.
- Mengetahui
gambaran keadaan perbankan di Indonesia.
- Mengetahui
kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menanggapi naiknya BBM.
- Mengetahui
kebijakan pemerintah terbaru dalam bidang moneter dan fiskal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan antara Teori Pendapatan Konsumsi dengan
Pertumbuhan
Ekonomi
Rumah
tangga dan ekspor:
Pertumbuhan
ekspor diprakirakan melambat seiring dengan perlambatan ekonomi global dan
penurunan harga komoditas global non-energi. Perkembangan ekonomi pada triwulan
I dan II tersebut masih sejalan dengan prakiraan pertumbuhan ekonomi pada
kisaran 6,3 - 6,7 persen untuk keseluruhan tahun 2012. Penimbangan risiko
menunjukkan pertumbuhan cenderung bias ke bawah baik karena dampak perekonomian
global maupun rencana kebijakan Pemerintah di bidang energi.
Anggaran
belanja pemerintah :
Perlambatan
ekonomi global menjadi faktor utama menurunnya asumsi pertumbuhan ekonomi
Indonesia dari 6,7% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012
menjadi 6,5% dalam RAPBN Perubahan 2012. Saat ini perlambatan tersebut sudah
mulai mempengaruhi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah harus
cepat dalam merespon pengaruh tersebut. Salah satu bentuk upaya pemerintah
untuk meredam terjadinya perlambatan tersebut adalah dengan memperkuat APBN
yang telah ditetapkan tahun ini. Oleh sebab itu, saat ini pemerintah sedang
memperkuat anggaran tersebut dalam RAPBN-P 2012 dengan DPR.
Investasi
:
Hubungan
kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan semakin menguat dan sistematis
sejak diluncurkannya kerja sama strategis antara kedua negara pada Desember
2006. Bahkan kerja sama ini terus berkembang hingga berbagai bidang, antara
lain politik dan keamanan, perdagangan dan investasi, sosial budaya, wisata dan
bisnis.
Impor
:
Pemerintah
menjaga impor konsumsi karena pertumbuhan kelas menengah menuntut pola konsumsi
yang meninkat. Berdasarkan catatan Kemenko Perekonomian, pertumbuhan impor
barang konsumsi dari Januari ke Februari 2012 sebesar 16,9%. Jika dibandingkan
dengan realisasi periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan impor barang
konsumsi tersebut tebilang lebih rendah, karena pada periode tersebut impor
barang konsumsi Januari ke Februari 2011 naik 48,1%.
Untuk
itu, pemerintah berupaya meningkatkan pengawasan peredaran barang impor di
pasar lokal sesuai dengan ketentuan SNI, labelisasi, karantina, dan HAKI, serta
mempercepat pelaksanaan sentralisasi otomasi kepabeanan dan kepelabuhan untuk
peningkatan pelayanan dan pengawasan.
B. Perbandingan Kondisi Perekonomian Indonesia Tahun 2008 – 2012
Pada
tahun 2008 perekonomian dunia diguncangkan dengan adanya krisis global, namun
adanya krisis global ini ternyata tidak terlalu berpengaruh pada pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak mengalami penurunan yang
cukup berarti seperti saat periode krisis ekonomi, pada tahun 2008 pertumbuhan
ekonomi tercatat sebesar 6,01%, turun 0,33% dibandingkan pertumbuhan pada tahun
2007.
Dampak
adanya krisis global ini justru baru dirasakan pada tahun 2009. Pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2009 ternyata mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan
dengan penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008. Pada tahun 2009
pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,58 persen, jika dibandingkan tahun 2008
pertumbuhan ekonomi tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 1,44 persen. Pada
tahun 2010 kondisi perekonomian Indonesia kembali menunjukkan kondisi yang
cukup baik, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 tumbuh 6,1 persen,
meningkat dibandingkan tahun 2009 dan mampu lebih tinggi dari tahun 2008.
Melihat
kinerja dan stabilitas perekonomian yang cukup bagus pada tahun 2010 memberikan
suatu harapan bahwa di tahun selanjutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu
bertahan dan mengalami peningkatan.
Kondisi perekonomian global pada tahun 2011 menunjukkan
kondisi yang penuh ketidakpastian. Hal tersebut dapat berakibat negatif pada
kondisi perbankan di berbagai negara, selain juga memiliki dampak terhadap
meningkatnya resiko kondisi perekonomian di masa yang akan datang. Walaupun
demikian, kondisi buruk tidak terjadi di Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia
pada tahun 2011 mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu mencapai 6,5
persen. Hal ini juga seiring dengan kondisi perbankan di Indonesia yang cukup
baik.
Namun demikian, senada dengan Irwan, Abdul Rachman juga
mengatakan bahwa di tengah ancaman krisis global, perekonomian Indonesia
memiliki kondisi yang baik. Kondisi Perekonomian Indonesia pada tahun 2012
bahkan diproyeksikan solid, dan memiliki peningkatan hingga 6,7 persen.
Menurutnya, hal ini besar dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi domestik.
“Ekonomi domestik tumbuh karena porsi ekonomi kita yang bergantung pada ekspor
relatif kecil,” ungkapnya.
C. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Negara Lain 2011
Pertumbuhan
Ekonomi Negara Indonesia dan Beberapa Negara Lain tahun 2011 (%)
Negara
|
2011
|
|
Kw1
|
Kw2
|
|
AS
|
2,3
|
1,5
|
Jepang
|
-1,0
|
-1,0
|
Jerman
|
5,4
|
2,8
|
China
|
9,7
|
9,5
|
Korea
Selatan
|
4,2
|
3,4
|
Singapura
|
8,3
|
0,9
|
Indonesia
|
6,5
|
6,5
|
Sumber:
BI (dikutip dari Kompas, Sabtu, 10 September 2011, Ekonomi, halaman 19).
Bank
Pembangunan Asia (ADB, 2011), yang didalam laporan tahunannya mengenai
perekonomian global, termasuk negara-negara di kawasan Asia, menurunkan
perkiraan target pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut pada tahun 2011 dari
sebelumnya 7,8 persen menjadi 7,5 persen. Namun, di sisi lain, di dalam
laporannya itu, ADB justru memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2011 akan lebih baik daripada perkiraan sebelumnya yakni dari 6,4 persen
menjadi 6,6 persen. Bahkan ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2012 adalah 6,8 persen, meningkat dari perkiraan semula yakni 6,7persen.
Alasan utama yang diberikan oleh ADB untuk merevisi kebawah laju pertumbuhan
ekonomi Asia adalah melemahnya permintaan ekspor dari dua pasar penting yakni
Eropa dan AS yang sudah mulai kelihatan sejak semester pertama tahun 2011.
Negara-negara Asia yang mengalami penurunan permintaan ekspor dari kedua
wilayah tersebut adalah termasuk China yang selama ini memiliki pertumbuhan
ekonomi tertinggi di Asia (yang oleh sebab itu selama ini sebagai motor utama
pertumbuhan ekonom Asia). Tetapi, menurut laporan itu, perdagangan antar negara
di Asia tidak menurun, paling tidak hingga semester pertama 2011. Bahkan dalam
5 tahun terakhir volumenya mengalami peningkatan.
D. Kondisi Perbankan di Indonesia
Lembaga keuangan berbentuk bank di
Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari’ah,
dan juga BPR Syari’ah (BPRS). Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah
mengalami banyak perubahan karena perkembangan internal dunia perbankan, juga
tidak terlepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti
sektor riil dalam perekonomian, politik, hukum, dan sosial. Deregulasi di
sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an serta terjadinya
krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990-an adalah dua peristiwa utama yang
menyebabkan munculnya empat periode kondisi perbankan di Indonesia sampai
dengan tahun 2000, yaitu:
- Otoritas pengawasan 1983-1990
Di bidang pengawasan dan pembinaan
bank-bank, hingga tahun 1990 Bank Indonesia tetap berpijak pada UU No. 14 Tahun
1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Tugas tersebut tetap melekat bahkan
dipertegas dalam UU Perbankan baru, yaitu UU No. 7 Tahun 1990. Dalam Bab I
pasal 29 sampai dengan 37 UU No. 7 Tahun 1990, peran Bank Indonesia mencakup
fungsi regulasi, pengawasan, pemeriksaan dan pembinaan, serta penerapan sanksi
atas pelanggaran yang dilakukan bank. Terdapat pula kewenangan Bank Indonesia
dalam mengatur dan mengawasi hal-hal yang dilakukan bank seperti dalam pasal 7
tentang kegiatan dalam valuta asing, penyertaan modal, serta bertindak sebagai
pendiri dan pengurusan dana pensiun. Perbedaan fundamental dalam pelaksanaan
tugas Bank Indonesia berdasarkan kedua undang-undang tersebut adalah dari segi
pendekatan dan pola pelaksanaan dengan menerapkan kebijakan deregulasi. Khusus
untuk bank-bank pemerintah dan bank pembangunan daerah pengawasannya juga
dilakukan oleh BPK/BPKP. Sedangkan bank-bank yang sudah go public pengawasannya
dilakukan oleh Bank Indonesia dan Bapepam.
- Kondisi Saat Krisis Ekonomi Mulai
Akhir Tahun 1990-an
Memasuki tahun 1990-an BI
mengeluarkan paket kebijakan yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank
berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan
menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam
klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. Berdasarkan UU No. 7 Tahun
1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat
pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip
kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta
peningkatan profesionalisme para pelakunya. Dengan undang-undang tersebut juga
ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan kegiatan usaha
bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman
pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan. UU Perbankan 1992 juga menetapkan
berbagai ketentuan tentang kehati-hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi
bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti
tidak melakukan pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit
fiktif, dengan ancaman hukuman pidana. Selain itu juga memberi wewenang yang
luas kepada Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap
perbankan.
Pada periode 1992-1993, perbankan
nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang
menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk
melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani
kredit macet dan membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan,
Kehakiman, Jaksa Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua
Badan Penyelesaian Piutang Negara. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab
keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya
ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan
mengganggu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Maka, dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang
melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb
1991. Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy
dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik
bagi investor asing. Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit
perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat
memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter. Kredit perbankan
dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti,
meski BI telah berusaha membatasi. Keadaan ekonomi mulai memanas dan inflasi
meningkat.
- Perbankan Indonesia di 2008-2009
Krisis ekonomi & keuangan global
mulai ditandai dengan runtuhnya lembaga keuangan terbesar di dunia asal Amerika
Lehman Brother, kredit macet sektor perumahan (subprime mortgage), dan disusul
kebangkrutan industri otomotifnya
- Kepanikan Akibat Rumor Negatif
Muncul kabar dan rumor negatif
adanya redemption di pasar modal oleh para investor asing guna menutupi
keuangan dinegaranya, telah membuat nilai tukar rupiah terus melorot dan
jatuhnya indek harga saham gabungan (IHSG). Akibatnya, kepanikan para nasabah
perbankan dalam negeri bertambah dan mereka menilai menyimpan dana di bank
sudah tidak aman lagi. Beberapa kali pemerintah mencoba menyakinkan masyarakat,
krisis yang terjadi tidak akan menjadikan perekonomian Indonesia terpuruk
sebagaimana yang terjadi di tahun 1998. Pasalnya fundamental ekonomi di
Indonesia masih kuat dan perbankan masih berjalan sehat. Tingginya intensitas
rumor negatif yang beradar di masyarakat, akhirnya mempertegas kondisi
perbankan Indonesia sedang mengalami ketatnya likuiditas antar bank. Sudah
menjadi hal wajar bila lembaga perbankan sangat sensitif dengan kabar dan
rumor.
- Kondisi Terakhir Perbankan Di
Indonesia
Menurut IMF Perwakilan Indonesia
menyatakan bahwa sistem perbankan di Indonesia mulai kuat dan memiliki modal
serta kinerja bagus yang tercipta karena membaiknya sistem pengawasan
perbankan. Kinerja perekonomian Indonesia secara umum sangat baik dalam 10
tahun terakhir dengan memperbaiki makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan
terutama di sektor fiskal dan kebijakan moneter. Pernyataan ini sengaja
dikeluarkan untuk meluruskan pemberitaan yang keliru oleh media-media di Indonesia
mengenai penilaian atas ekonomi Indonesia. Keberhasilan menghadapi krisis
keuangan 2008-2009 menjadi bukti jelas daya tahan sistem dan membaiknya
stabilitas keuangan Indonesia yang dibentuk 10 tahun terakhir ini. Program
penilaian sektor keuangan (Financial Sector Assessment Program/FSAP) adalah
analisis menyeluruh dan mendalam mengenai sektor keuangan suatu negara yang
telah dimulai sejak 1999 dan diikuti lebih dari 150 negara termasuk negara
anggota G-20. Fokus penilaian program ini yaitu mengukur stabilitas sektor
keuangan dan potensi kontribusinya bagi pertumbuhan dan pembangunan.
Penilaian IMF, katanya termasuk
melakukan stress test kekuatan perbankan Indonesia menghadapi kondisi yang
paling ekstrim seperti penurunan pertumbuhan ekonomi. Untuk Indonesia hasil
stress test sangat positif. Dalam tes dengan skenario bawah, meski keuangan
bank terkena dampak tetapi permodalan masih bertahan di batas yang ditentukan.
Dalam kesimpulan IMF, sektor keuangan Indonesia sudah menjadi sistem yang kuat
dan itu merupakan sinyal positif bagi investor dalam dan luar negeri.
E. Kebijakan Pemerintah Menanggapi
Kenaikan BBM di Pasar Internasional
Harga minyak mentah di pasar
internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang
tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan
bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi)
minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang
meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di
dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat
sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Hal tersebut
lah menjadi alasan pemerintah untuk menaikan harga BBM dalam negeri. Sebab jika
tidak dinaikan, kenaikan BBM tersebut akan berimplikasi pada bertambahnya beban
APBN. Pasalnya jika melihat beban yang harus ditanggung pemerintah dengan
asumsi harga minyak dunia di APBN sebesar US$ 90 per barrel. Dapat dibayangkan dengan
besarnya selisih antara asumsi pemerintah dalam APBN dengan kenaikan yang kini
terjadi, berapa besar biaya yang ditanggung pemerintah untuk menyubsidi
kebutuhan BBM dalam negeri.
Dalam UU
nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan
gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini
berarti bisa mengancam keamanan pasokan BBM di dalam negeri karena
memperbolehkan perusahaan minyak yang menjadi kontraktor bagi hasil (KPS) di
Indonesia untuk menjual sendiri minyaknya.
Bagaimanapun,
krisis BBM dan krisis ekonomi secara keseluruhan tidak bisa dilepaskan dari
kapitalisme global yang semakin mencengkeramkan kakinya di Indonesia.
Cengkeraman tersebut antara lain melalui lembaga-lembaga internasional seperti
IMF dan Bank Dunia yang terus memaksakan kehendaknya terhadap Indonesia,
khususnya melalui beragam UU dan berbagai macam kebijakan ekonomi pemerintah
maupun melalui perusahaan-perusahaan asing yang terus menghisap habis kekayaan
alam Indonesia. Karena itu, jelas diperlukan keberanian pemerintah dan rakyat
Indonesia untuk keluar dari jeratan kapitalisme global ini, untuk kemudian
segera memberlakukan sistem yang baik.
F. Kebijakan Pemerintah Terbaru dalam Bidang Moneter dan Fiskal
Kebijakan moneter dan kebijakan
fiscal merupakan suatu kebijakan yang mengatur persoalan keuangan negara,
moneter, produksi, eksport, import, pajak, dan persoalan pembiayaan
pembangunan.
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang
bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah
uang yang beredar.
- Politik Diskonto ditujukan untuk
menaikan tingkat bunga karena dengan bunga kredit tinggi maka aktivitas
ekonomi yang menggunakan dana pinjaman akan tertahan karena modal pinjaman
menjadi mahal.
- Politik Pasar Terbuka dilakukan dengan
cara menawarkan surat berharga ke pasar modal. Dengan cara ini diharapkan
masyarakat membeli surat berharga tersebut seperti SBI yang memiliki
tingkat bunga tinggi, dan ini merupakan upaya agar uang yang beredar di
masyarakat mengalami penurunan jumlahnya.
- Cash Ratio artinya cadangan
yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya
tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan
menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap
di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit
berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang
berhubugan dengan finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain:
- Pengurangan
pengeluaran pemerintah.
- Menaikkan pajak,
akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini
berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya
permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya
berkurang.
Kebijakan Non-Moneter dapat dilakukan dengan cara menaikan hasil produksi, kebijakan upah dan pengawasan harga dan distribusi barang.
- Menaikan hasil
produksi, cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh
kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang
beredar.
- Kebijakan upah,
tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji.
- Pengawasan harga
dan distribusi barang dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan.
Selama ini manajemen moneter di
Indonesia diarahkan untuk mencapai sasaran akhir kestabilan ekonomi makro,
yaitu laju inflasi yang cukup rendah, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, dan kemantapan neraca pembayaran.
DAFTAR PUSTAKA
http://cimmankaspirasi.blogspot.com/2009/01/peranan-kebijakan-moneter-dan-fiskal.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar